Gaduh Stasiun Kereta Cepat, PKS: Pemerintah Harus Cari Solusi

JAKARTA- Anggota Komisi V DPR RI dari Fraksi PKS Suryadi Jaya Purnama menyayangkan akses Stasiun Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB) ke Jalan Tol dan Jalan utama yang saat ini belum dirampungkan Pemerintah, terutama untuk Stasiun Karawang.

Menurut pria yang akrab disapa SJP ini, Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir menyampaikan lambannya penyelesaian infrastruktur pendukung berupa akses jalan dari dan menuju Stasiun Karawang lantaran pembangunan baru difokuskan di Stasiun Padalarang dan Tegalluar.

Di pihak lain, imbuhnya, Wakil Menteri I BUMN Kartika Wirjoatmodjo mengaku geram dengan PT KAI (Persero), lantaran akses stasiun KCJB ke jalan tol dan jalan utama tersebut baru dibangun pada akhir November 2022 dan baru selesai akhir tahun ini.

“Otomatis, pembangunan akses jalan tersebut menjadi lamban, tidak sinkron dengan operasional KCJB yang akan diresmikan Agustus tahun 2023 ini,” pungkasnya.

“Kita menyayangkan lemahnya koordinasi di dalam Kementerian BUMN sehingga antara Menteri dan Wakil Menteri tidak sama persepsinya,” jelas Anggota DPR RI dari Dapil NTB ini.

Hal ini, kata SJP, menunjukkan kacaunya perencanaan proyek KCJB. Dimana pada saat awal proyek berjalan, BUMN yang bertanggung jawab tidak sesuai dengan bidangnya.

Seperti diketahui, lanjut SJP, konsorsium BUMN Indonesia untuk KCJB dengan nama PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia (PSBI) terdiri dari PT Wijaya Karya (kepemilikan Saham 38 persen), PT Kereta Api Indonesia (25 persen), PT Jasa Marga ( 12 persen), dan PT Perkebunan Nasional VIII (25 persen).

“PTPN VIII dan Jasa Marga jelas memiliki Core Business yang jauh berbeda dengan bisnis KCJB memiliki total saham hampir 40 persen dalam konsorsium BUMN PT PSBI. Sedangkan PT KAI sebagai pemilik Core Business yang sesuai malah hanya memiliki 25 persen saham di Konsorsium,” terang Wakil Sekretaris Fraksi PKS DPR RI ini.

Walaupun saat ini, imbuh SJP, dengan PMN yang diberikan pada PT KAI menempatkan PT. KAI sebagai pemimpin konsorsium tetapi perancangan awal konsorsium ini terlihat bahwa proyek ditangani oleh BUMN yang bukan ahli di bidang Perkeretaapian.

“Kekacauan pelaksanaan proyek ini juga telah menyebabkan pembengkakan biaya sebesar 1,2 miliar dollar AS atau setara Rp 18 triliun (kurs rupiah Rp 15.000),” jelasnya.

Penyebabnya, kata SJP, antara lain adalah studi kelayakan proyek belum mencantumkan penjadwalan akuisisi lahan, sehingga penyelesaian proyek sulit diprediksi, biaya pembebasan lahan yang hanya memperkirakan panjang trase dan harga petak tanah yang berada di lintasan sehingga, luas lahan yang dibebaskan lebih besar dari rencana, banjir yang melanda beberapa lokasi di sepanjang jalur proyek, membuat sistem drainase harus ditata ulang, dan lain-lain.

“Kami sendiri mengamati bahwa ternyata proyek KCJB ini bukan satu-satunya proyek kereta yang bermasalah. Proyek LRT juga ditengarai memiliki sejumlah masalah dalam desain awal dan juga spesifikasi kereta yang berbeda-beda. Sehingga menyebabkan rumitnya integrasi sistem perkeretaapiannya dan berpotensi menyebabkan mundurnya jadwal operasional,” urainya.

Oleh karena itu, tegas SJP, dengan banyaknya masalah yang terjadi di proyek KCJB ini, pihaknya meminta agar Pemerintah berhenti membuat kegaduhan dan saling menyalahkan.

“Sebaiknya, Pemerintah fokus pada solusi operasional KCJB yang akan di-launching bulan Agustus ini. Pemerintah harus mengantisipasi segala hal agar keselamatan dan kelancaran perjalanan penumpang terjamin. Jangan sampai ada pembangunan yang tertinggal lagi,” tutup SJP. (kafi)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *