Komisi II Usulkan Buat Lembaga Baru Jika MK Tak Mampu Tangani Sengketa Pilkada

JAKARTA – Anggota Komisi II Fraksi PKB DPR RI Mohammad Toha meminta para hakim MK profesional dan menjaga integritas dalam menangani perkara Pilkada 2024. Jika MK tak mampu mengurus sengketa tersebut, perlu dibentuk lembaga baru yang khusus menangani masalah kepemiluan.

Sampai saat ini, MK telah menerima 308 permohonan sengketa pilkada sejak dibuka pada 27 November 2024 lalu. Dari total permohonan yang terdaftar, sebanyak 21 permohonan merupakan gugatan hasil pemilihan gubernur (Pilgub).

Sedangkan permohonan sengketa pemilihan bupati dan wakil bupati tercatat berjumlah 238 permohonan. Sementara permohonan sengketa hasil pemilihan wali kota dan wakil wali kota tercatat sebanyak 49 permohonan.

Rencananya, proses persidangan sengketa pilkada akan dimulai Januari 2025. Setelah ini, MK akan menjadi sorotan masyarakat. Semua perhatian akan tertuju ke MK.

“Semakin banyak aduan ke MK semakin baik, artinya masyarakat sadar hukum, protes dengan melalui koridor hukum yang benar yaitu MK, sehingga mengurangi demo-demo yang berisiko terhadap perusakan fasilitas umum dan korban jiwa,” terang Mohammad Toha, Jumat (20/12/2024).

Anggota DPR RI empat periode itu mengatakan, MK harus bekerja secara profesional dalam menangani perkara pilkada. Para hakim konstitusi dituntut menjaga integritas dalam menjalankan tugasnya. Tentu, akan banyak godaan dan tekanan kepada para hakim.

“Di situlah integritas para hakim konstitusi diuji. Masyarakat berharap banyak kepada MK. Mereka ingin mendapatkan keadilan dari MK. MK sebagai harapan terakhir bagi para kandidat yang merasa dicurangi,” bebernya.

Menurut legislator asal Dapil Jawa Tengah V itu, reputasi MK pernah berada di titik nadir. Dia berharap, penanganan gugatan hasil Pilkada 2024 menjadi pelajaran berharga MK untuk mengangkat marwahnya sebagai lembaga tinggi negara dalam sistem ketatanegaraan yang memegang kekuasaan kehakiman bersama-sama dengan Mahkamah Agung.

“Dulu kita percayakan perpindahan kewenangan penanganan pilkada dari MA ke MK, karena MA dianggap tidak sanggup menangani sengketa pilkada,” ujarnya

Tapi, lanjut mantan Wakil Bupati Sukoharjo 2000-2009 itu, bila kepercayaan ini tidak dilaksanakan MK dengan baik, maka kewenangan MK juga perlu dievaluasi. MK tidak perlu lagi menangani sengketa pilkada. “Kita bisa membuat lembaga atau peradilan khusus sengketa pilkada,” ungkapnya.

Toha menegaskan, kasus suap penanganan sengketa pilkada yang menggurita pada masa Akil Mochtar yang menyebabkan sang ketua divonis seumur hidup, harus jadi peringatan sangat keras bagi semua hakim MK untuk tidak lagi bermain api.

“Ingat, penyelewengan hukum atas sengketa pilkada juga merupakan pelanggaran kemanusiaan yang terbukti hukumannya amat sangat berat,” tegas Toha.

Toha juga mengajak masyarakat sipil untuk mengawasi penanganan perkara sengketa pilkada di MK. Jangan ada lagi persekongkolan jahat dalam penanganan perkara di MK. (fid)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *