JAKARTA – Rencana pemerintah menurunkan tiket pesawat sebesar 10% selama libur Natal dan Tahun Baru (Nataru) diapresiasi banyak kalangan. Kendati demikian pemerintah diminta mengkaji skema penurunan tiket pesawat secara permanen karena rencana penurunan tiket pesawat saat ini masih bersifat temporal.
“Penurunan tiket pesawat yang akan dilakukan pemerintah saat ini masih bersifat temporal karena hanya berlaku 16 hari saja selama Libur Nataru mulai 19 Desember 2024-3 Januari 2025. Setelah tanggal 3 Januari 2025 tarif tiket pesawat akan kembali normal. Padahal skema tiket pesawat saat ini dianggap banyak kalangan terlalu mahal,” ujar Wakil Ketua Komisi V DPR RI Syaiful Huda, Kamis (28/11/2024).
Huda mengatakan skema penurunan tiket pesawat secara permanen penting untuk memastikan peningkatan okupansi penumpang pesawat di tanah air. Menurutnya jika skema penurunan tiket pesawat bersifat temporal maka harus ada peninjauan tarif tiket pesawat di setiap momentum besar seperti libur Nataru, mudik idul fitri, atau momentum-momentum lain yang melibatkan banyak aktivitas publik. “Nanti publik bisa bertanya-tanya jika Nataru tiket pesawat turun, tapi di mudik idul fitri tidak atau sebaliknya. Jadi kajian untuk menurunkan tiket pesawat secara permanen sangat penting,” ujarnya.
Dia mengungkapkan setidaknya tiga komponen yang dijadikan pemerintah untuk menurunkan tiket pesawat. Pertama penurunan airport tax sebesar 50%, kedua pemangkasan kompensasi bahan bakar bagi maskapai (fuel surcharge) dari 10% menjadi 2% dan ketiga diskon harga avtur. “Kalau melihat komponen penurun tiket pesawat memang masih bersifat sementara. Artinya tidak bisa dilakukan dalam jangka panjang karena akan memicu kerugian bagi Angkasa Pura sebagai pengelola bandara, merugikan Pertamina sebagai penyedia utama avtur,” katanya.
Politisi PKB ini mengatakan ada beberapa opsi yang bisa dilakukan agar tiket pesawat turun secara permanen. Di antaranya opsi PPN ditanggung pemerintah, menurunkan pajak avtur, dan membuka ruang penyediaan dan pengelolaan avtur agar tidak didominasi oleh satu pihak. “Saya kira masih terbuka ruang bagi penurunan tiket pesawat secara permanen. Pemerintah kami rasa perlu mengajak pelaku industri penerbangan bicara bersama agar menemukan formulasi penurunan tiket yang bisa menguntungkan semua pihak,” pungkasnya. (adp)