JAKARTA– Calon Wakil Presiden (Cawapres) Mahfud MD menyatakan bahwa kisruh Pemilu 2024 dapat diselesaikan melalui hak angket di DPR RI, meski tidak akan mengubah hasil. Namun langkah politik itu dapat menjatuhkan sanksi kepada presiden, termasuk impeachment atau pemakzulan.
Mahfud mengatakan, jalur politik bisa ditempuh oleh anggota parpol, yang arenanya adalah DPR. Semua anggota parpol di DPR mempunyai legal standing untuk menuntut angket. “Adalah salah mereka yang mengatakan bahwa kisruh pemilu ini tak bisa diselesaikan melalui angket. Bisa dong,” tegas Mahfud melalui siaran pers, Senin (26/2).
Cawapres nomor 03 itu menuturkan, sebagai paslon dirinya tidak bisa menempuh jalur politik dan hanya melalui jalur hukum, yakni lewat Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dan Mahkamah Konstitusi (MK).
Tapi, ujarnya, Capres Ganjar Pranowo dan Cawapres nomor 01 Muhaimin Iskandar bisa langsung menggugat hasil Pemilu 2024 melalui dua jalur, yakni jalur politik dan hukum, karena selain paslon, mereka juga tokoh parpol.
Diketahui, Muhaimin yang berpasangan dengan Capres Anies Baswedan adalah Ketua Umum PKB dan Ganjar adalah kader PDI Perjuangan.“Saya paslon, tak bisa menempuh jalur politik, namun masuk melalui jalur hukum. Mas Ganjar dan Cak Imin bisa melalui dua jalur, karena selain paslon, mereka juga tokoh parpol,” bebernya.
Lebih lanjut, Mahfud menjelaskan bahwa minimal ada dua jalur resmi untuk menyelesaikan kekisruhan Pemilu 2024. Pertama, jalur hukum melalui MK yang bisa membatalkan hasil pemilu asal ada bukti dan hakim MK berani.
Kedua, jalur politik melalui angket di DPR yang tak bisa membatalkan hasil pemilu, tapi bisa menjatuhkan sanksi politik kepada presiden. Wacana menggulirkan hak angket untuk menyelidiki kecurangan pemilu disampaikan Ganjar menyikapi hasil perhitungan suara yang anomali.
Sementara itu, Ketua Tim Demokrasi Keadilan (TDK) Ganjar-Mahfud, Todung Mulya Lubjs menegaskan bahwa Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri mendukung hak angket untuk menyelidiki dugaan kecurangan dalam proses Pemilu 2024.
Menurut dia, penekanan dari hak angket yang akan digulirkan parpol pendukung paslon nomor 03 adalah mengungkap dugaan kecurangan terstruktur, sistematis, dan massif (TSM) pada masa sebelum pencoblosan, saat pencoblosan, dan setelah pencoblosan.
Todung mengatakan, dari sisi hukum, proses pemakzulan presiden terpisah dari hak angket yang akan digulirkan di DPR RI. Hak angket untuk menemukan intervensi kekuasaan atau kecurangan TSM.
Jadi, kata dia, hak angket bukan untuk pemakzulan Presiden Jokowi. “Ibu Megawati juga tidak ingin pemerintahan goyah sampai 20 Oktober 2024, dan Ibu Megawati tidak memerintahkan para menteri dari PDIP untuk mundur,” kata Todung dalam keterangan resminya, Senin (26/2).
Dia menegaskan, komitmen PDI Perjuangan bukan untuk memakzulkan presiden, tetapi membongkar kecurangan, kemudian mengoreksi kecurangan itu.
Todung mengatakan, proses pemakzulan terpisah dengan angket yang jalan sendiri. “Tetapi jika bahan hasil angket menjadi bahan untuk pemakzulan itu persoalan lain. Sekarang ini hak angket tidak ada hubungannya dengan pemakzulan,” tukasnya.
Todung menuturkan, dugaan kecurangan Pemilu 2024 terjadi sejak masa prapencoblosan hingga setelah pencoblosan. Pada masa prapencoblosan, intervensi membuat kekuasaan tidak netral.
Hal itu bisa dilihat di media massa dan media sosial. Kemudian, politisasi bantuan sosial (bansos) begitu masif. “Padahal sebelumnya tidak pernah terjadi seperti pada Pemilu 2024,” ungkap ahli hukum itu.
Nilai bansos yang dibagikan bukan dalam jumlah kecil, yakni Rp 496,8 triliun. Todung menegaskan, ada korelasi antara perilaku pemilih dengan politisasi bansos pada Pemilu 2024.
Demikian juga dengan dikte patron penguasa seperti bupati, camat, kepala desa, dan pemuka agama mempengaruhi sikap pemilih. “Dalam masyarakat yang paternalistik seperti Indonesia, apa yang dikatakan patron itu didengar pemilih,” pungkas Todung. (kafi)
Foto: Tim Media Ganjar-Mahfud