JAKARTA, Erapolitik.com- Pengamat politik, Ikrar Nusa Bhakti, menegaskan dari segi hukum sudah ada dua lembaga yang menyatakan terjadi pelanggaran berat etik dalam kaitannya dengan pencalonan Gibran Rakabuming Raka menjadi calon wakil presiden.
Seperti diketahui, Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) menyatakan, Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Hasyim Asy’ari dan enam anggota komisioner melanggar etik karena meloloskan pendaftaran Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil presiden dan mengikuti tahapan Pemilu.
Menurut pengamat politik Ikrar Nusa Bhakti, dengan putusan DKPP tersebut, maka dirinya mencatat dari segi hukum paling tidak sudah ada dua lembaga yang menyatakan bahwa terjadi pelanggaran etik berat dalam kaitannya pencalonan Gibran sebagai cawapres.
“Yang pertama MKMK (Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi) dan DKPP yang baru saja memutuskan bahwa pendaftaran Gibran sebagai cawapres oleh KPU itu juga melanggar etik,” ujarnya dalam diskusi media Tim Pemenangan Nasional (TPN) Ganjar-Mahfud bertajuk “Gerakan Intelektual Kampus dan Netralitas Presiden beserta Aparatur Negara dalam Pemilu 2024,” di Jakarta, Senin (5/2/2024).
Namun Ikrar menyayangkan kalau memang sudah terjadi pelanggaran etika, tidak menjadikan keputusan dari dua institusi yang terkait dengan pemilu tersebut, batal demi hukum atas pencalonan Gibran. Namun hanya dalam artian melanggar etika.
“Dan sayangnya yang menjadi calon wakil presiden itu memang tidak memiliki etika politik dan moral politik, termasuk yang mengajukan dia (Gibran) sebagai cawapres, baik itu pimpinan partai politik ataupun bapaknya (Jokowi),” tegasnya.
Kenapa dia berani mengatakan demikian? Menurut Ikrar, kalau seorang bapak yang baik akan memberikan pendidikan politik kepada anaknya, tentu akan mengajarkan kepada anak-anaknya ajaran mengenai betapa pentingnya etika dan moral politik untuk kemudian meraih kekuasaan.
Sebab kalau Anda melanggar etika politik dan tidak memiliki moral politik, lanjut dia, bagaimana Anda bisa memiliki apa yang disebut legitimasi.
“Dan kalau Anda tidak memiliki legitimasi, bagaimana Anda bisa menjalankan otoritas Anda sebagai penguasa yang kemudian diterima oleh rakyat banyak,” ujarnya.
Maksud Ikrar disini, kalau misalnya wakil presiden lagi bicara di depan mahasiswa, di depan anak-anak SMP, anak-anak SMA, kemudian membicarakan mengenai etika dan moral, tiba-tiba ada seorang mahasiswa atau jangan-jangan murid SD mengatakan “loh bapak sendiri tidak punya etika dan moral untuk menjadi wakil presiden, bagaimana Anda bicara etika dan moral kepada kami.” Inilah kata Ikrar yang harus kita hindari. (kafi)
Foto: Tim Media Ganjar-Mahfud