JAKARTA – PP Muhammadiyah dan Constitutional and Administrative Law Society (CALS) mendesak pemerintah menghentikan pengusuran warga Rempang. Segala penjajahan atas nama investasi harus dihapuskan.
Berikut pernyataan resmi MHH PP Muhammadiyah dan CALS.
Yang Kami hormati Tuan dan Puan Penguasa Negara, Konsepsi negara kesatuan tidak boleh diubah menurut Pasal 37 ayat (5) UUD 1945. Mempertahankan konsep kesatuan itu disebut sebagai “harga mati”.
Dengan siapa kesatuan itu hendak dijalani jika tidak dengan warga negara sendiri. Tidak mungkin hanya dengan pemilik modal (investor) yang selalu bicara keuntungan sebesar-besarnya dengan modal sekecil-kecilnya.
Atas nama kesatuan itu, janganlah sampai lupa membaca prinsip ekonomi pada Pasal 33 ayat (1) UUD 1945 yang memiliki arah ekonominya sendiri, yaitu perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan.
Bukankah masyarakat Rempang, Wadas, Kendeng, Aia Bangih-Pasaman, Papua, dan lain-lain yang didera kuasa investasi adalah keluarga kita yang wajib dilindungi hak-haknya.
Tak bisa hanya bicara “atas nama investasi” sahaja. Tengoklah sebentar maksud Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 dan rasakan makna dari “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”, bukan kemakmuran pejabat dan oligarki.
Lalu kepada siapa tuan dan puan pejabat negeri ini patuh? Kepada konstitusi yang melindungi rakyatnya atau kepada kontrak bisnis yang melindungi pemilik modal.
Janganlah atas nama kontrak dan investasi maka hak hidup, hak untuk memiliki rumah, hak masyarakat adat dilupakan. Lupakah Tuan dan Puan membaca ketentuan Pasal 28H ayat (1) UUD 1945 dan coba resapilah maknanya, “Setiap orang berhak hidup Sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan Kesehatan.”
Berapa banyak atas nama investasi kemudian hak-hak itu diabaikan. Begitu mudah mulut Tuan dan Puan berdenging dengan bunyi-bunyian perihal ekonomi Pancasila, merdeka di rumah sendiri, atas nama rakyat, marhaen sejati, menjaga persatuan dan penegak UUD 1945, tapi praktiknya hampa.
Rasa-rasanya tak terbayang betapa mudahnya terlontar dari bibir Tuan dan Puan pejabat bahwa, “saya bulldozer siapapun yang menghalangi investasi”. Lupa kiranya Tuan dan Puan bahwa penjajah Belanda juga punya bibir seberingas itu.
Padahal kewajiban penyelenggara negara untuk melindungi rakyat Rempang, Wadas, Kendeng, Aia-Bangih-Pasaman Barat, Papua dan seluruh tanah tumpah darah Indonesia. Timbul “VoC keling” baru rupanya yang berwujud Tuan dan Puan beserta pemodal itu.
Sejak kapan penjajah baru itu lebih kuat dari Pasal 34 ayat (1) dan ayat (2) UUD 1945 yang bertanggung jawab atas nama negara memelihara fakir miskin dan anak-anak terlantar serta berkewajiban memberdayakan Masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan. Lalu kenapa bisa anak-anak sekolah dan nelayan yang bekerja terampas hak-hak kemanusiaannya. Konstitusi negara mana yang Tuan dan Puan baca dan amalkan?
Yang Mulia Tuan dan Puan penguasa, tak bisakah kita bicara baik-baik. Seperti Ibu dan anaknya, seperti pemimpin dan rakyatnya, seperti cinta dengan kekasihnya? Kenapa pukulan dan desingan perlu yang digongongkan kepada rakyat Tuan dan Puan sendiri. Sebegitu hinakah bermusyawarah dengan kami?
Atas nama rakyat Indonesia kami meminta. Tegakkanlah hak konstitusional rakyatmu sebab itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu penjajahan atas nama investasi harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan peri kemanusiaan dan peri-keadilan (mengutip preambule UUD 1945).
Kami MHH PP Muhammadiyah dan CALS bersama seluruh rakyat Indonesia menuntut agar investasi yang “memukul rakyat” untuk berhenti, terutama yang mendera masyarakat Rempang, Wadas, Kendeng. Aia Bangih-Pasaman Barat, Papua dan seluruh tanah tumpah darah Indonesia. Kami semua adalah saudaramu setanah-air.